Minggu, 30 Januari 2022
Psy-Story (Day 10)
Sabtu, 29 Januari 2022
Psy-Story (Day 9)
Linglung.
Sisil masih merasakan hantaman yang tidak bisa ditangkal sepenuhnya.
Mencoba ikhlas, berpikir jalan terbaik.
Tapi rasanya tetap sedih, masih seakan akan terus menangis.
Mati rasa dan kehilangan arah, tak punya tenaga.
Anehnya, belum beberapa jam Sisil berganti menjadi gadis yang riang lagi.
Sedikit berjoget dan menyanyi sepanjang koridor rumah.
Sisil menyadarinya. Aneh. Is it normal?
Tapi lebih baik flip dibanding terus menerus bersedih.
Jumat, 28 Januari 2022
Psy-Story Day 8
Sisil sempat terhenti menulis.
Malas menggerakkan tangan dan pikiran. Mati rasa.
Rasa terpuruk dan tangisan datang tanpa aba-aba.
Quarter Life Crisis hit her so hard.
Memasuki usia yang hampir seperempat abad, ia terus-terusan kehilangan ambisi.
Tak ada motivasi, hilang.
Merasa sangat kesepian padahal tidak sendiri.
Semakin sulit untuk merespon kebahagiaan orang lain.
Ketakutan-ketakutan akan masa depan terus terngiang.
Berusaha untuk terus terlihat baik-baik saja, tetapi isi pikiran terus berjalan.
Rasa pusing dan berat di kepala terasa sepanjang hari.
Rasa cemas dan ketakutan bercampur datang secara bersamaan.
Is she depressed?
Psy-Story (day 7)
Kamis, 27 Januari 2022
Sisil hancur, ia sangat teramat terguncang.
Kegagalan itu datang lagi.
Seperti dipukul berkali-kali hingga mati rasa.
Ya, kehilangan arah.
Sisil tak tahu kemana harus berlari.
Bertemu kembali dengan persimpangan. Apakah maju atau mundur. Apakah ke kanan atau ke kiri.
. . .
"Should I stay? or should I go?" , she said.
Psy-Story (Day 5&6)
Selasa, 25 Januari 2022
Just a flat feeling
But, happy enough
Bersemangat untuk terus maju
* * * * *
Rabu, 26 Januari 2022
Sedikit sedih dan tertekan
But, let it flow
Rasa sedih terkadang harus dibiarkan mengalir begitu saja
Senin, 24 Januari 2022
Psy-Story (Day 3&4)
Nothing happened.
Sisil's emotion was sooo stable.
Menikmati hari, beban esok hari tidak perlu dibawa ke masa sekarang.
Just let it flow.
Sabtu, 22 Januari 2022
Psy-Story (Day 2)
Mixed Feeling.
Hari ini perasaan Sisil bercampur aduk.
Pagi happy, malam overthinking lagi.
Naik motor, suasana hati terlalu happy, melamun lagi
membayangkan hal-hal menyenangkan; pakai jas bagus, naik mobil bagus, jadi wanita
karir yang sukses, traveling kesana kesini.
Sisil terbiasa tidak fokus saat melakukan aktivitas seolah pikirannya
terus berjalan, menimbulkan perasaan yang sangat bahagia hingga lupa bahwa
sedang melakukan sesuatu.
Ya, perasaan yang agak menggebu. Untungnya sisil lekas
tersadar dan melanjutkan mengendarai motor menyusuri jalanan sambil bernyanyi
pelan.
******Happy*******
Mendapatkan banyak makanan siang ini. Ada durian yang super
duper lembut, kelengkeng yang manis legit, dan beberapa gorengan yang menggiurkan.
Bahagia sekali rasanya.
******Sad*******
Tiba-tiba saat Sisil sedang beraktivitas di luar rumah pada
malam hari, ia sedikit teringat tentang lowongan pekerjaan yang telah ia lalui
sejauh ini. Muncul sedikit rasa takut, perasaan gelisah dan dada yang mulai
sedikit sesak. Sisil berupaya mengalihkan pikirannya ke hal lain. Mencoba
berpikir sesuatu yang baik tentang pekerjaan yang akan datang. Untung berhasil.
Selalu saja kesenangan dan kesedihan bertukar dengan cepat.
Seolah tidak ada ruang untuk menikmati emosi yang timbul.
Apakah ini normal?
Apakah pikiran semua orang juga terus berjalan dan
berkelana?
WE NEVER KNOW.
Kamis, 20 Januari 2022
Psy-Story (Day 1)
Sisil tiba-tiba menangis. Tak sengaja terlintas dalam benaknya tentang keinginan ibunya. Ibunya seringkali merayu Sisil untuk mencoba kesempatan mendapatkan pekerjaan yang menurut ibunya menjamin masa depan anaknya. Tapi, tunggu dulu. Sisil merasa mempertanyakan sebuah hal yang ia rasa sedikit janggal, “Pekerjaan itu benar mimpiku atau mimpi ibuku?.”
Jauh sebelum ini terjadi, sebetulnya
Ibu Sisil memang beberapa kali menyampaikan tentang mimpinya yang tidak pernah
tergapai. Wajar saja, Ibu Sisil menikah di usia sangat muda. Ya, 21 tahun.
Dimana umumnya pada usia tersebut gadis belia menikmati masa dewasa awalnya
dengan kekasih dan teman-teman, mengejar mimpi dan melakukan hal-hal yang
menyenangkan. Ibu Sisil terpaksa tidak melanjutkan pendidikan perguruan tinggi
karena keadaan ekonomi kakek nenek yang tidak baik. Tak lama setelah bekerja, keduanya
mendesak Ibu Sisil untuk segera menikah.
Akhirnya luka itu diturunkan
kepada anaknya, Sisil. Ambisi-ambisi yang tertahan akhirnya keluar ketika Sisil
masuk usia dimana ibunya dulu tak dapat menggapai mimpi. Sisil bimbang dan
tertekan. Haruskah ia mengikuti keinginan ibunya? Atau lebih baik mengejar
mimpi Sisil sendiri tapi dicap sebagai anak yang tidak berbakti?
Sisil ingin sekali ibunya
mengerti tentang apa yang diinginkan dirinya. Tidak jarang Ibu Sisil
membandingkan SIsil dengan kakak tiri Sisil, mulai dari besar IPK, hasil
skripsi, proses sidang, dan lain-lain. Sering pula Ibu Sisil mengatakan bahwa
anak temannya sudah begini begitu. Sisil selalu berharap tidak bisakah ibunya
sekali saja bertanya pertanyaan-pertanyaan seperti,
“Nak, kamu sebetulnya ingin jadi
apa?”
“Nak, apakah kamu jika bekerja
dalam bidang ini akan bahagia?”
“Nak, apakah mimpimu itu
menyenangkan?”
Hampir tidak mungkin. Dalam
keluarga Sisil materi adalah yang utama. Gaji besar adalah sebuah tujuan. Sisil
gadis dengan mimpi mimpinya hanyalah angan. Pekerjaan yang disukai Sisil
mungkin akan dianggap biasa saja dan bergaji rendah. Sisil yang berpaham agama
lebih baik dibanding keluarganya selalu beranggapan bahwa rezeki sudah tertakar.
Besar kecilnya rezeki yang turun hari ini adalah dari yang sudah tertakar dari manusia
lahir hingga meninggal.
Tak jarang Sisil berkeinginan untuk segera memisahkan diri dari keluarganya, ya, akibat pola pikir yang tidak sama. Pola
pikir yang Sisil pikir kurang tepat. Sisil beranggapan dunia hanya tempat
sementara, semua akan meninggal. Harta yang dicari hingga jungkir balik tidak akan
ada harganya. Bekerja bisa dinilai ibadah jika bukan hanya materi tujuan utamanya.
Sisil sudah kapok untuk berbincang
dengan ibunya yang keras kepala. Sisil sempat sakit hati karena dulunya dipandang
terlalu fanatik dalam beragama oleh ibunya sendiri.
Hingga sekarang Sisil hanya bisa
terus berjalan tanpa arah dan terus menerus merasa tertekan.